Saya cukup lama juga nyantri ilmu tata bahasa Arab di pesantren. Walau tidak sampai menguasainya dalam percakapan sehari-hari, Kitab Alfiyah lumayan sampai lah.
Satu hal yang unik di dunia pesantren, ada tradisi yang tidak tertulis dan tidak baku bahwa jika ada sesuatu yang dikhwatirkan disampaikan secara tidak adil, maka dipilih metode humor. Tapi hanya orang-orang tertentu saja yang memiliki kecerdasan ini. Almarhum Gus Dur menurut saya adalah salah satu tokoh di dunia pesantren yang dianugerahi kecerdasan semacam ini.
Posting saya ini terlalu serius untuk sebuah humor. Tapi karena saya benci membahas isu ini, saya khawatir saya tidak adil jika menyampaikan ini terlalu serius.
Tapi biar pun saya benci terhadap isu ini ada masa depan bangsa di sini yang jauh lebih penting terutama dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Tantangan yang akan kita hadapi di masa depan kelihatannya tidak akan lebih mudah dari saat ini.
Kalau di posting sebelumnya dalam pandangan saya poinnya itu lebih ke masalah bagaimana kita menata negara saja saya kira. Sehingga terjadi ketertiban dan kepantasan dalam menyampaikan sesuatu di muka publik sesuai dengan kewenangan-kewenangan dari para pejabat publik. Jika perlu disampaikan sesuatu yang bukan domainnya, maka sepantasnya di situ ada berdiri terlihat batang hidungnya di samping yang bersangkutan seseorang yang memiliki kewenangan dalam hal tersebut.
Dan saya melihat tidak ada masalah matematika dalam pernyataan yang disampaikan oleh Pak Menko Mahfud tersebut. Jadi kata-kata hitungan matematis di situ tidak perlu dan tidak pantas dimunculkan dalam pernyataan tersebut.
Selanjutnya tentang isu investasi dan kerja sama dengan pemerintah Arab. Saya dengar pemerintah kita saat ini tengah menjajaki kerja sama dan upaya lain-lain untuk menarik investasi dari Arab. Saya gembira mendengar berita ini. Juga saya percaya diri dengan kegembiraan ini karena pasti ada keterlibatan Ibu Sri Mulyani di sini. Saya lebih percaya beliau ketimbang Prabowo. Tidak banyak yang bisa diharapkan dari orang kaya-rakus yang sudah jadi pejabat Menhan saat ini.
Selain karena uang masyarakat indonesia banyak yang mengalir ke Arab, lewat haji dan umroh terutama, maka seharusnya ada uang juga yang mengalir dari Arab ke Indonesia. Jika aliran balik uang itu tidak terjadi maka berarti kan orang Indonesia ini bodoh secara ekonomi. Setidaknya mungkin begitulah pandangan orang-orang ekonomi di luar Indonesia terhadap hal ini.
Perlu diingat juga bahwa masyarakat Arab lah yang seharusnya paling bertanggung jawab karena telah memproduksi kata-kata yang paling ditakuti dan alergi di Indonesia, seperti kata “kafir” atau “kufur”.
Kata itu berasal dari orang-orang Arab era jahiliyah, leluhur Arab saat ini. Lalu diadopsi dalam agama, dan lalu masuk ke indonesia. Kira kira begitulah. Pakar agama lebih mengetahui asal-usul kata ini. Lebih kurangnya saya mohon maaf.
Jadi kalau masih ada orang Indonesia yang belum bisa terima dengan kata-kata itu, saatnyalah kali ini untuk “balas dendam” kepada orang-orang Arab.
Karena orang Indonesia pada umumnya alergi mendengar kata-kata itu diucapkan dari satu ke yang lainnya. Apalagi terhadap yang berbeda keyakinan. Seolah mereka lah pemilik kebeneran itu, dan yang lain salah. Ini jelas telah menimbulkan banyak konflik, perpecahan, dan permusuhan, hingga nyawa melayang. Jelasnya kata-kata demikian telah berdampak buruk bagi kehidupan manusia yang beradab.
Saking alerginya agama pun saat ini dituding jadi musuh pancasila. Sesuatu yang baru terjadi di era ini saya dengar. Dan sesuatu yang tidak perlu terjadi dalam sejarah perjalanan bangsa yang sudah sejauh ini.
Orang Arab yang menyebut kata kafir atau turunan katanya mungkin tidak akan jadi masalah. Karena kata-kata itu kemudian digandengkan dengan kata-kata Arab lainnya. Misalnya ada seorang Arab berkata “fa anta al-kufru ‘ala al-akhbaari al-kaadzibati al-mutadaawalah“, semacam itu. Tidak ada kata yang terdengar menohok di situ. Karena seperti rangkaian kalimat Arab saja yang tidak dimengerti oleh sebagian orang Indonesia.
Menurut saya yang sudah ada biarlah terjadi menjadi masa lalu, kita dapat menerima itu sebagai kenyataan meskipun cukup pahit. Tidak semua kenyataan dalam hidup ini harus menyenangkan. Ada juga fakta-fakta hidup yang harus kita terima walau terasa sulit dan sakit.
Yang paling penting bagaimana kita menghadapi tantangan bangsa di masa depan yang semakin besar dan kompleks ini. Tidak perlu ada elemen-eleman bangsa yang saling menyalahkan di sini.
Yang patut disalahkan di sini adalah masyarakat Arab jahiliyah yang pada awalnya kenapa memproduksi kata kafir tersebut. Saya juga tidak tahu kenapa.
Saya sendiri enggak akan marah, enggak akan terganggu atau tersinggung jika ada orang Nasrani atau Yahudi yang menyebut saya kafir, atau menyebut saya sebagai pendusta agama Yahudi, atau pendusta Yesus. Saya akan menanggapinya biasa-biasa aja. Tidak ada yang patut disalahkan atau menyalahkan di republik ini. Karena kata-kata itu adalah hasil “investasi dari arab”.